SEJARAH PERDUKUNAN DARI MASA KE MASA
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan kepada
apa yang telah diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut.
Padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS.
an-Nisa': 60).
Para ulama tafsir berbeda pendapat dalam memaknai kalimat
"Thaghut" pada ayat di atas. Banyak di antara mereka memaknai thaghut
itu dengan dukun. Di antara ulama tafsir yang memaknai thaghut dengan dukun
adalah: Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Abul ‘Aliyah, dan Imam Qatadah (Tafsir
al-Qurthubi: 5/248). Jadi masyarakat pada zaman dahulu lebih suka untuk
mendengar omongan dukun dalam menyelesaikan suatu masalah, dari pada kembali
kepada wahyu yang telah diturunkan Allah melalui para rasul-Nya.
Sejak dahulu, dukun sudah mendapatkan tempat di tengah
kehidupan masyarakat. Tidak hanya pada zaman sekarang atau di zaman Rasulullah.
Jauh sebelumnya pun, dukun sudah mempunyai peran di hati masyarakat yang
menggandrunginya. Bagi mereka dukun adalah tempat untuk menyelesaikan masalah.
Tempat untuk meminta saran dan pendapat. Tempat untuk menunjang keberhasilan
dan kesuksesan yang mereka inginkan.
Dukun di Masa Nabi Musa
Pada zaman Fir'aun misalnya. la melibatkan para dukun untuk
menopang kelanggengan kekuasaannya. Fir'aun telah menjadikan para dukun ternama
dan terhebat sebagai penasihat spiritualnya. Fir'aun dibuat kalang-kabut saat
para dukun menafsirkan isi mimpinya.
Ibnu Abbas berkata, "Setelah Fir'aun bermimpi, pada
pagi harinya Fir'aun mengumpulkan dukun-dukunnya. (Setelah mendengar isi mimpi
Fir'aun), para dukun itu mengatakan, 'Pada tahun ini akan lahir seorang anak
laki-laki, ia kelak akan menggulingkan kekuasaanmu”. Serta merta Fir'aun
memutuskan bahwa setiap seribu wanita, harus dijaga seratus tentara. Setiap ada
seratus wanita, dijaga sepuluh tentara. Setiap ada sepuluh wanita, harus dijaga
seorang tentara. Lalu ia memerintahkan, 'Perhatikan dengan seksama setiap
wanita hamil di wilayah ini. Apabila telah melahirkan, lihatlah. Kalau bayinya
laki-laki, maka sembelihlah. Dan kalau bayinya perempuan, maka biarkanlah. (Tafsir
Jami'ul Bayan: 1/272).
Saat menghadapi Nabi Musa, Fir'aun mengerahkan semua dukun
dan tukang sihirnya. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, jumlah dukun dan
tukang sihir waktu itu mencapai 80.000 personil.
Jumlah yang sangat banyak itu dibagi menjadi empat kelompok.
Masing-masing kelompok dipimpin dukun dan tukang sihir terhebat. Yaitu, Sabur,
Adzur, Hath dan Mushaffa. Sungguh merupakan jumlah yang sangat banyak. Tapi
dukun yang dimiliki Raja Persia lebih banyak lagi. Jumlahnya mencapai 360
orang. Itulah sebagian cara mereka untuk melanggengkan kekuasannya.
Dukun di Masa Nabi Yusuf
Begitu juga raja yang memerintah pada zaman Nabi Yusuf. la
menjadikan para dukun sebagai rujukan utama dalam menghadapi berbagai problema.
Hanya saja para dukun raja waktu itu tidak mampu menafsirkan mimpi sang raja,
saat ia bermimpi dengan mimpi yang cukup aneh (Lihat QS. Yusuf: 43-49). Mereka
menganggap isi mimpi raja sangat ruwet untuk ditafsirkan, dan ada juga yang
mengatakan bahwa mimpi sang raja hanyalah bunga tidur atau mimpi kosong tak
punya arti. Akhirnya Nabi Yusuf-lah yang bisa menafsirkan mimpi sang raja itu.
Raja yang memerintah pada zaman Nabi Yusuf pada suatu malam
bermimpi. Lalu ia mengumpulkan para dukun dan peramal, dan para pejabat teras
kerajaan serta para pembesar. Lalu sang raja menceritakan mimpinya, setelah itu
ia bertanya tentang arti mimpinya. Tapi tak satu pun yang hadir mengetahui
secara persis arti mimpi itu. Bahkan kebanyakan mereka mengatakan bahwa itu
hanyalah mimpi yang kacau dan sulit ditafsirkan. Pada saat itulah, seorang pemuda
yang pernah satu sel dengan Nabi Yusuf ingat akan Nabi Yusuf. Padahal
sebelumnya syetan telah membuatnya lupa. Lalu ia memberitahukan kepada sang
raja bahwa ada orang yang bisa menafsiri mimpinya itu, dialah Nabi Yusuf. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir. 2/481)
Dukun di Masa Rasulullah, Muhammad.
Fenomena praktik perdukunan yang marak juga didapati pada
masa Jahiliyyah, sebelum Muhammad diutus sebagai Nabi dan Rasul. Imam as-Suddi
berkata, "Pada zaman Jahiliyyah banyak dukun-dukun. Apabila ada seseorang
ingin melakukan perjalanan jauh, atau menikah, atau mewujudkan keinginan
lainnya, ia mendatangi dukun. Lalu dukun itu memberinya mangkok. Kemudian
mangkok itu dipukul, apabila keluar sesuatu yang menarik, maka ia pun
meneruskan keinginannya. Tapi bila keluar sesuatu yang tidak disukai, maka ia
pun membatalkan keinginannya. (Tafsir Jami'ul Bayan : 6/ 77).
"Para dukun banyak bertebaran di wilayah Arab, karena
banyak manusia yang berhukum ke mereka ketika ada masalah. Saat mereka punya
bayi, mereka mendatangi dukun untuk bertanya seputar masa depan sang anak.
Pasar Ukazh yang terkenal saat itu banyak dipenuhi praktik perdukunan." (Lihat
Kitab al-Mufashshal fi Tarikhil 'Arab Qablal Islam: 61/773).
Sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya,
Imam al-Khatthabi berpendapat, "Praktik perdukunan merajalela dan menjamur
di masa Jahiliyyah - khususnya di bangsa Arab - karena terputusnya risalah
kenabian di kalangan mereka." (Fathul Bari: 10/ 217). Kalau kita
membuka sejarah perdukunan di wilayah Rasulullah dilahirkan, maka akan kita
temukan banyak nama-nama dukun yang hebat dan terkenal di kalangan mereka.
Seperti Syaq dan Suthaih, Aus bin Rabi'ah, Nufail Ibnul 'Uzza, Sawad bin Qarib
ad-Dausi, Ibnu Shayyad, Urwah bin Zaid al-Azdi, Haritsah, Juhainah dan masih
banyak nama-nama lainnya. (Lihot Kitab al-Mufashshal fi Tarikhil 'Arab
Qablal Islam: 6/ 360).
Dukun di Masa Sekarang
Pada zaman kita sekarang, praktik perdukunan juga banyak.
Bukan karena terputusnya wahyu. Tetapi karena jauhnya masyarakat dari ajaran
wahyu (Al-Qur'an), serta keengganan mereka untuk mempelajari dan
mengamalkannya. Jumlah mereka jutaan, tersebar di seantero bumi nusantara ini.
Ada seorang dukun ternama yang pernah menyampaikan ke Majalah Ghoib, bahwa
Jumlah personil dukun yang bernaung dalam kelompoknya berjumlah lebih dari 13
juta personil. Itu hanya satu paguyuban, belum lagi paguyuban dan kelolmpok
lainnya yang tidak dibawah naungannya.
Tidak semua dukun yang membuka praktik perdukunan
benar-benar seorang dukun. Tidak semua dukun dibantu oleh jin dalam praktiknya.
Tidak semua dukun menguasai ilmu-ilmu mistik atau supranatural. Di antara
mereka banyak juga yang hanya modal nekat. Karena susah cari pekerjaan atau
sulit mencari penghasilan, akhirnya dengan intrik dan rekayasa serta trik tersembunyi
mereka membuka praktik perdukunan.
Imam al-Khatthabi mengklasifikasikan praktik perdukunan
yang ada pada zaman Rasulullah menjadi empat bagian. Pertama, dukun yang
berkolaborasi dengan jin. Dalam praktiknya, dukun tersebut selalu mendapatkan
pasokan berita dari jin yang telah mencuri kabar dari langit, ada kerjasama dan
keterikatan antara keduanya. Kedua, dukun yang terkadang saja dibantu
oleh jin. Jin datang untuk mendikte dan menyetirnya. Ketiga, dukun yang
bersandar kepada tebakan, perkiraan dan sangkaan. Keempat, dukun yang
praktiknya bersandar pada pengalaman dan kebiasaan semata. la mengaitkan
masalah yang ada dengan masalah serupa yang telah terjadi atau telah
dialaminya. (Fathul Bari: 10/218).
KH. Abdul Wachid yang pernah terjun dalam praktik
perdukunan, dan sekarang terus aktif memberantas praktik perdukunan, mendakwahi
para pelaku pedukunan yang masih aktif membuka praktik, ternyata ia menemukan
tipe-tipe dukun yang diklasifikasikan oleh Imam al-Khatthabi. Tidak semua dukun
mempunyai kekuatan mistik. Dan yang paling banyak adalah mereka yang
menggunakan intrik.
Menurut pengalaman dan hasil survei Gus Wachid seputar
praktik perdukunan yang ada di Indonesia, dukun-dukun yang ada itu ada tiga
macam.
1. Dukun yang bisa menguasai jin.
Gus Wachid berkata, "Saya pernah seperti itu. Jin itu
bisa saya perintah. Dengan ilmu 'karamah' yang saya punya. Dengan konsentrasi
penuh, kita mendatangkannya, kemudian kita bisa memerintahnya. Tapi luar biasa
lelahnya setelah ritual itu selesai. Terkadang saya gunakan cara ini untuk
mengobati orang yang terkena jin. Jadi saya gunakan jin untuk mengusir jin atau
untuk mengetahui sebenarnya apa yang diinginkan oleh jin yang masuk dalam jasad
orang itu.
2. Dukun yang dikendalikan jin.
Kata Gus Wachid, "Ciri kategori ini, biasanya yang
bersangkutan harus kesurupan dulu dan itu bisa dikenali dengan suaranya yang
berubah. Saya sempat akrab dengan orang-orang seperti itu. Saya pernah
kemalingan, saya berusaha mencarinya tetapi tidak ketemu. Akhirnya saya pernah
minta bantuan orang yang mempunyai kemampuan kategori kedua ini, di saat saya
kehilangan mesin ketik.
3. Dukun yang tidak bisa apa-apa.
Mereka bisanya hanya goroh, gedabrus thok (hanya penipu,
pembual). Gus Wachid berkata, "Wallahi, dukun kategori inilah
yang paling banyak. Saya bisa mengetahuinya, karena kalau ada orang yang
mengaku sakti, langsung saya cek dengan kekuatan 'karamah' yang pernah saya
pelajari. (Sambil membuka telapak tangan di hadapkan ke orang yang dituju
seraya baca wiridnya. Dan saya akan
merasakan seperti kesetrum jika ada isinya)".
merasakan seperti kesetrum jika ada isinya)".
Dukun kategori manapun, kita dilarang oleh Rasulullah untuk
mendatanginya, bertanya kepadanya, apalagi membenarkan apa yang dikatakannya.
Baik itu dukun mistik maupun dukun intrik. "Barangsiapa yang mendatangi
dukun atau peramal, ialu membenarkan apa yang dikatakannya. Maka ia telah kufur
terhadap apa yang telah diturunkankepada Muhammad (al-Qur'an dan
al-Hadits)." (HR. Ahmad dan dishahihkan al-Albani).
Majalah GHOIB Edisi Khusus “Dukun-Dukun Bertaubat”
Komentar
Posting Komentar